Senin, 04 Februari 2013

Jalang

Kulangkahkan kaki dengan pasti. Akhirnya aku akan menemukan sesuatu yang selama ini kucari. Pencarian ini akan segera berakhir. Lautan rinduku ternyata memiliki tepi. Terima kasih Tuhan, tak Kau biarkan keringatku terbuang sia-sia. Aku bergegas, setengah berlari. Terlintas semua pengorbanan yang kuberikan untuk mendapatkan ini. Banyak yang terabaikan dan terlewatkan. Banyak yang merasa kehilangan diriku. Tidak apa-apalah. Ini keinginanku. Aku tidak peduli dengan semua omong kosong mereka. Aku yakin, ini yang paling tepat untukku.

Sebuah angkutan kota berhenti mendadak. Remnya mendecit, membuat telingaku pengang. Sebuah terikan pilu membahana di udara. Sengat matahari menambah pilu jeritan itu. Sebuah lengkingan panjang menyebut ibu terdengar. Disusul dengan umpat kasar pengemudi angkot,"Gila!!!! Sialan!!!" 

Polisi gendut berperut buncit yang tadinya asik merokok di posnya yang kecil dan kotor terbangun. "Bego!!", katanya sembari mematikan rokoknya dan mencari-cari pentungan untuk menunjukkan kesuperiorannya. Setengah berlari ia menuju arah datangnya suara. Perut buncitnya terlalu berat. Bahkan kalau berdiri tegak ia tidak akan bisa melihat ujung kakinya. Ia kesal sekali dengan kota ini. Semua kacau. Sial. Dia terlambat. Kekacauan sudah berakhir. Para sopir dan pejalan kaki meliriknya dengan pandangan mengejek. Seseorang bergumam,"kebiasaan!! Perkara selesai dia baru datang. Di mana sih matanya??Lamban dan buncit!!".

Kuraih jam tangan dari kantong. Meskipun jam tangan, namun aku tidak pernah memakainya di tangan. Takut mengundang perhatian preman-preman pasar. Sebaiknya kuganti namanya menjadi jam kantong. Anjing!! Sepuluh menit terbuang percuma. Kurang ajar. Kuayunkan kakiku secepat mungkin. Apa sebaiknya aku naik ojek saja? Jaraknya tidak jauh lagi. Ah, tidak usah. Lumayan uangnya untuk beli makan. Baiklah..

Itu dia. Batang hidungnya mulai terlihat. Wajahnya terlihat lelah, tetapi dia tersenyum. Kudekati dia. Aku sudah tidak tahan. Aku rindu pelukannya, aromanya dan tatapan matanya yang melecehkan, namun menggetarkan jiwaku. Apa itu? Itu, yang terselip di jarinya. Sebatang rokok? Kenapa? Setahuku ia membenci rokok, bahkan pernah bersumpah akan meninggalkanku kalau ia melihatku merokok, meskipun tanpa rokok sekalipun ia tetap meninggalkanku. Sial!!

Dia cantik hari ini. Aku ingin membisikkan ini di telinganya yang cantik. Semoga bisikanku mampu membawanya pulang. Seperti harapanku ketika sebuah pesan singkat darinya datang dan berbunyi, ia ingin bertemu denganku. 

Sekarang dia di hadapanku. Tatapannya sunyi. Aku tidak bisa mengartikan tatapan itu. Sama sekali kosong dan lelah. Kugenggam tangannya, kubuang rokok dari jarinya, kudekatkan tubuhku ke tubuhnya. Telapak tanganku mendorongnya mendekat padaku. Ia menurut. Kueratkan pelukanku dan kudengar bisikannya," aku lelah. Aku memang seperti yang mereka katakan. Kau bodoh, terlalu mempercayaiku. Mereka menghargaiku sangat mahal. Kau tidak pantas mendapatkanku. Pulanglah, dan minta maaf karena kau tidak mendengarkan mereka."

Pelukanku mengendor. Aku tidak percaya, namun dari bibirku meluncur kata-kata yang selalu mereka katakan tentangnya,"Dasar jalang!!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar